Dalam jangka panjang, saham yang bagus adalah saham dengan fundamental yang bagus dan kapitalisasi pasar yang tinggi. Jika Anda berniat berinvestasi untuk jangka panjang dengan memegang saham emiten dalam waktu lama, pastikan perusahaan yang Anda pilih bukan saham spekulatif dengan rasio keuangan yang buruk .
Saham fundamental yang bagus mencakup berbagai industri mulai dari barang konsumen hingga pertambangan hingga perbankan. Beberapa perusahaan raksasa memang masih berada di zona merah, namun berpotensi tumbuh dalam jangka panjang .
Dari segi fundamental juga, saham-saham ini jelas solid, terutama komoditas. Selain batu bara, kini harga nikel, timah, dan CPO juga mengalami kenaikan yang berpeluang memicu harga saham emiten. Dalam jangka panjang, investor bisa menikmati pelemahan kapitalisasi besar. saham. harga sebagai momentum. mulai berbelanja Mengingat saham-saham tersebut sebenarnya cukup murah jika diukur dengan price-to-earnings (PE) atau price-to-book value (PBV) yang berada di bawah rata-rata. Meski dari segi teknikal, banyak dari saham-saham tersebut yang masih menunjukkan tren penurunan tanpa ada tanda-tanda pemulihan .
Berikut adalah daftar rekomendasi saham jangka panjang yang sebaiknya diberikan investor :
- INDF
Saham blue chip rekomendasi jangka panjang pertama yang bisa Anda coba adalah INDF. Saham INDF ini cukup populer sejak tahun 2021 dan bisa fluktuatif sehingga banyak yang mencarinya. Banyak investor yang begitu saja mempercayakan sahamnya kepada INDF, meski ada juga yang berminat.
Pasalnya, INDF meski fluktuatif, ternyata berada di bawah naungan fundamental perusahaan yang cukup kuat di Indonesia. Oleh karena itu, kemungkinan kebangkrutan atau keruntuhan juga sangat sulit. Hal ini juga didukung dengan akumulasi keuntungan di awal tahun 2022 yang mencapai lebih dari Rp2 triliun.
- UNVR
UNVR cocok untuk kepemilikan jangka panjang karena merupakan sektor barang konsumsi terbesar di Indonesia dengan fundamental yang tak tertandingi. Meski harga saham turun signifikan akibat pandemi Covid-19, prospek beberapa dekade ke depan masih bagus karena sudah memiliki 400 merek yang dikenal masyarakat luas.
Kinerja PT Unilever Indonesia pada paruh ketiga tahun 2022 terbilang membaik, meski masih belum melampaui level sebelum pandemi. Omset meningkat dari 30 triliun rubel menjadi 31,5 triliun rubel.
Lemahnya penjualan UNVR juga melemahkan keuntungan perusahaan. Pada Januari-September 2022, laba bersih meningkat, namun masih berada di kisaran angka 4 triliun atau lebih tepatnya Rp. 4,6 triliun. Maka jangan heran jika UNVR memiliki tren bullish yang kuat selama tahun 2021.
- ADRO
ADRO adalah perusahaan pertambangan yang sahamnya direkomendasikan untuk jangka panjang karena terus menjadi emiten terkemuka di industri pertambangan. Prospeknya dinilai bagus karena memiliki kemitraan yang kuat dengan importir asing.
Selain itu, berkat tingginya permintaan nikel dari luar negeri, Adaro memiliki peluang yang baik untuk meningkatkan omzet dalam jangka panjang.
Perputaran dan laba bersih PT Adaro Energy meningkat pada kuartal ketiga tahun 2022. Menurut laporan keuangan perusahaan, laba bersih perusahaan adalah $2,16 miliar, yang merupakan peningkatan hampir lima kali lipat dibandingkan dengan kuartal ketiga tahun 2022. Tahun 2021. Berkat laporan keuangan yang eye-catching, banyak analis yang merekomendasikan saham ADRO naik.
- TINS
Melihat kondisi keuangan perusahaan, tahun 2022 merupakan tahun pemulihan bagi perusahaan lembaran logam tersebut. Pada Januari-September 2022, perseroan berhasil meraup untung hingga Rp 1.146 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan periode bulan yang sama tahun 2021, ketika perusahaan merugi hingga 612 miliar.
Namun sayangnya, kepercayaan investor terhadap perusahaan tambang ini nampaknya tidak sesuai dengan laporan keuangan perusahaan. Setelah melonjak tajam pada kuartal pertama dan kedua tahun 2022, saham TINS terus merosot hingga akhirnya pada 17 Januari saham perusahaan timah itu ditutup di level 1.265 per saham.
- PTBA
PT Bukit Asam Tbk menunjukkan hasil yang sangat baik pada Januari-Juni 2022. Laba bersih perusahaan tambang batu bara pelat merah itu mencapai Rp 6,2 triliun, lebih dari tiga kali lipat laba bersih periode yang sama tahun lalu. hanya Rp 1,8 triliun.
Angka ini lebih tinggi dibanding kuartal III 2020. Saat itu, perseroan hanya meraup laba 1,9 triliun. Harga saham PTBA juga perlahan naik seiring peningkatan omset, setelah sebelumnya sempat menyentuh kisaran Januari-September 2021. Dengan rasio P/E yang hanya sekitar 2,9%, saham PTBA diperdagangkan sebanyak 3.360 lembar dan merupakan salah satu saham yang memiliki prospek bagus di tahun 2022.
- ANTM
PT Aneka Tambang membukukan kenaikan laba selama sembilan bulan 2022. Laba bersih dari call Antam sebesar Rp 33 triliun, lebih dari Rp5 triliun dari periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 26 triliun.
Peningkatan omzet juga meningkatkan laba bersih ANTM. Perusahaan berhasil memperoleh laba bersih 2,6 triliun rubel. Nilai ini 900 miliar lebih banyak dari pada kuartal ketiga tahun 2021. Sama halnya dengan PTBA, tren kenaikan harga saham Antam diperkirakan masih akan berlanjut di tahun 2023 seiring dengan kondisi pasar komoditas internasional.
- BBNI
Sektor perbankan merupakan salah satu sektor ekonomi yang harus membaik seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional pasca pandemi. Secara keseluruhan, kinerja keuangan saham-saham perbankan tersebut membaik sejak Januari hingga September 2022. Hal itu tercermin dari catatan laba perseroan. Pada September 2022, BNIÂ berhasil meraup keuntungan sebesar 16 triliun rupiah.
Dengan tumbuhnya tren perbankan digital dan investasi, BBNI memiliki prospek jangka panjang yang baik karena selain berstatus biru, Bank Negara Indonesia telah menerbitkan produk melalui BNI Mobile Bank dan BNI Sekuritas. Bersama dengan saham unggulan lainnya, BBNI merupakan investasi jangka panjang yang aman.
- BBTN
Bank lain yang diharapkan membaik setelah pandemi hilang dari Indonesia adalah Bank BTN. Laporan kuartal ketiga bank itu menyebutkan, pada Januari-September 2022, Bank BTN mampu meraup untung Rp2,2 triliun, atau sekitar 35% lebih tinggi dibandingkan tahun 2021.
Seiring dengan membaiknya perekonomian Indonesia, diharapkan semakin banyak orang yang meminjam uang dari bank, dan bank juga akan mendapatkan keuntungan dari pinjaman yang ditangguhkan selama pandemi.